Daftar isi konten
Sebelum melakukan investasi, baiknya seorang investor bisa mengenal dan menganalisa terlebih dahulu daftar saham blue chip murah terbaru untuk saat ini.
Kita tahu bahwa instrumen investasi terbaik untuk saat ini adalah saham. Berbanding dengan resikonya ternyata saham memiliki keuntungan yang cukup signifikan, lewat pasar modal dan bursa saham yaitu berupa capital gain dan deviden.
Dari yang kita ketahui saham merupakan bukti kepemilikan perorangan ataupun organisasi yang menanamkan modal ke sebuah perusahaan.
Baca juga: Daftar Investasi Terdaftar OJK
Dimana orang yang memiliki sebuah saham di perusahaan tertentu bisa mendapat keuntungan sekian persen dari pendapatan perusahaan tersebut.
Apalagi sebagai investor pemula biasanya akan memilih bermain aman dengan memilih saham unggulan atau saham terbaik salah satunya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Untuk saat ini blue chip memang merupakan salah satu saham unggulan dan terbaik di pasar modal dan Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX).
Sehingga dari kasus ini blue chip biasanya terdapat pada perusahaan-perusahaan unggulan dan besar serta memiliki umur yang panjang atau sudah lama berdiri.
Secara singkat blue chip adalah saham yang memiliki kapitalisasi terbesar di bursa efek Indonesia, berikut ini daftar sahamnya:
Daftar Saham Blue Chip Murah
Sudah tercatat sebanyak 600 saham pada Bursa Efek Indonesia (BEI) atau sebut saja Indonesian Stock Exchange (IDX) yang bisa dicermati dan dianalisa oleh para investor.
Dalam kurun waktu beberapa bulan biasanya akan update mengenai daftar saham blue chip.
Dan berikut ini adalah daftar saham blue chip 2024 IDX, berdasarkan reputasi dan performa terbaik di Indonesia :
Bank Central Asia (BCA) – BBCA
PT Bank Central Asia Tbk atau disingkat dengan BCA merupakan salah satu bank swasta terbesar di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan jumlah nasabah yang sangat banyak hingga mencapai jutaan pengguna.
Karena jaringan pengguna yang paling luas inilah BCA dikatakan sebagai salah satu bank swasta terbaik di Indonesia.
Didirikan pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV, Bank BCA pernah menjadi bagian terpenting dari Salim Grup.
Namun sekarang, bank swasta terbesar ini telah dimiliki oleh salah satu grup produsen rokok terbesar keempat di Indonesia, yaitu Djarum.
Dibandingkan dengan bank lain, perusahaan perbankan ini dikelola secara efisien sehingga Return On Asset (ROA) yang dimilikinya adalah yang paling tinggi di kelasnya.
Serta tingkat kredit macet yang paling rendah, sehingga dikatakan terbaik dari kompetisi nya.
Dengan kode saham BBCA berdasarkan IDX atau Bursa Efek Indonesia (BEI) saham perusahaan BCA memiliki volume sebanyak 11.378.100 lembar saham, dengan harga saham terakhir yaitu mencapai Rp 30.225.
Bank BCA membagikan dividen tunai untuk tahun 2018 sebesar Rp 8,3 triliun yaitu pada tanggal 30 April 2019.
Sementara itu tahun 2020, BCA membagikan deviden final untuk tahun pembukuan 2019 dengan nilai Rp 455 untuk per lembar sahamnya.
Serta IDX atau BEI telah membayar dividen interim sebesar Rp 100 per lembar saham tepat pada bulan Desember 2019.
Jadi total dividen yang diberikan oleh Bank BCA yaitu sebesar Rp 555 per lembar saham.
Maka dari itu, dengan status fundamental yang kuat dan kokoh, saham BCA termasuk dalam saham blue chip non syariah 2020 yang layak dibeli dan menjadi banyak dipilih oleh para investor.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) – BBRI
Bank Rakyat Indonesia atau BRI merupakan perusahaan perbankan kedua yang diminati oleh banyak investor untuk membeli saham blue chip.
Bank BRI merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di sektor perbankan dimana secara resmi menjadi perusahaan terbuka setelah go public di bursa efek sejak tanggal 10 November 2003.
Mayoritas pemilik saham di Bank BRI adalah pemerintahan Republik Indonesia yaitu rata-rata di atas 50%.
Dengan performa positif, aktif, di dalam sebuah perdagangan bursa efek, jadi saham BRI ini yang berkode BBRI, termasuk pilihan utama di dalam investasi saham yang dilakukan investor.
Saham ini memiliki kapitalisasi pasar yang cukup fantastis yaitu sebesar Rp 372,35 triliun pada tanggal 31 Maret 2020. Bahkan jumlah saham yang beredar di market mencapai 123.345.810.000.
Pada tahun 2019 saham BRI berhasil memperoleh profit bersih sebesar Rp34,42 triliun.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja saham BRI yaitu adanya komitmen yang baik untuk terus memberikan pinjaman kredit kepada usaha kecil UMKM.
Saham Bank BRI juga sering melakukan stock split, hal ini bertujuan untuk menarik minat masyarakat sehingga mereka bisa menjangkau dan mengambil bagian dari saham tersebut.
Terakhir kali saham ini melakukan stock split pada bulan Oktober 2017, dimana saham BRI mencapai Rp 15 ribu per lembar saham dan pihak manajemen pun sepakat untuk melakukan stock split menjadi 1 berbanding 5.
Unilever Indonesia – UNVR
Pada tanggal 11 Januari 1982, Unilever resmi menjadi salah satu perusahaan terbuka di bidang consumer goods terbesar di Indonesia yang memproduksi makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga serta barang-barang kosmetik.
Sejak tahun 2014 Unilever memiliki Return Of Equity (ROE) dengan mencapai 100 persen dan pada tahun 2018 mencapai ROE sebesar 14 persen.
Hingga di tahun yang sama yaitu 2018, Unilever memiliki profit yang terus meningkat setiap tahunnya dan mencapai Rp 9 triliun.
ROE ini membuktikan bahwa Unilever Indonesia merupakan perusahaan yang mampu menghasilkan laba secara rutin dari setiap equity yang diberikan oleh pemegang saham.
Dengan angka ROE di atas 100, UNVR bisa memberikan keuntungan lebih dari satu kali modal dari setiap Rp 1 modal pemegang saham.
Saham blue chip UNVR tidak mempunyai hutang bank karena hasil pendapatan dari Unilever sendiri sangat besar dibandingkan aset perusahaan. Dimana kondisi ini menunjukkan efisiensi operasi perusahaan ketika menjalankan bisnis.
Pada bulan tahun 2003, harga saham UNVR bergerak dari mulai Rp 1940 per lembar saham menjadi Rp 54.400 di bulan Januari 2018.
Pergerakan ini terbilang cukup pesat dilihat dari angkanya. Dan pada tahun 2019, UNVR membagikan dividen dengan nilai sebesar Rp 430 per lembar saham dengan total mencapai Rp 3,28 triliun.
Itulah yang menjadikan saham Unilever merupakan saham blue chip yang memiliki fundamental yang cocok untuk dijadikan investasi jangka panjang.
Telkom Indonesia – TLKM
Telkom Indonesia yaitu salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di sektor telekomunikasi.
Pada tanggal 14 November 1995 perusahaan ini resmi menjadi perusahaan terbuka, dimana secara mayoritas dikuasai oleh pemerintah RI dengan kepemilikan saham mencapai 50 %.
Telkom Indonesia menjadi salah satu saham blue chip dikarenakan memiliki konsistensi yang tinggi dalam memperoleh laba bersih secara rutin dari tahun ke tahun.
Meskipun dikatakan kondisi ekonomi sedang tidak terlalu baik, tetapi kondisi saham Telkom cenderung stabil.
Telkom bisa dibilang perusahaan yang berkuasa di bidang telekomunikasi, sehingga saham Telkom dengan kode saham TLKM ini cenderung diminati oleh para investor.
Hal ini dikarenakan karena TLKM memiliki nilai yang cukup stabil, artinya tidak turun meskipun untuk jangka waktu panjang.
Saham TLKM memiliki kapitalisasi sebesar Rp 313,04 triliun dengan total saham yang beredar di IDX sebanyak 99.062.216.600 yaitu pada tanggal 31 Maret 2020.
Kabar baiknya, untuk ROE yang dimiliki oleh Telkom terus bertambah hingga mencapai 22,03 %.
Sehingga setiap tahun Telkom dengan rutin selalu membagi dividen kepada para pemegang saham di perusahaannya.
Pada tahun 2018 perusahaan ini mengeluarkan Rp 16,2 triliun untuk membayar dividen atau setara dengan 90 % profit.
Dengan itu Telkom termasuk perusahaan yang memiliki kinerja yang baik karena mampu membagikan dividen secara konsisten.
Namun ketika performa suatu perusahaan sedang memburuk, tidak memungkinkan perusahaan tersebut untuk membagikan dividen.
Hal ini dikarenakan ditahan nya laba dan dialokasikan untuk memperbaiki kinerja dari perusahaan tersebut.
PT Indofood CBP – ICBP
Pada tahun 2019, PT Indofood membagikan dividen sebesar Rp 171 per saham dengan dan mencapai total sebesar Rp 1,5 triliun.
ICBP ini memiliki ROE mencapai 21 persen dan ROA 13.7 persen di atas rata-rata saham industri makanan di IDX atau BEI.
ICBP merupakan kode saham dari PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, yaitu perusahaan produsen mie instan paling terkenal terutama di masyarakat lokal Indonesia.
Dilihat dari pertumbuhan penghasilan, ICBP tumbuh secara konsisten dari tahun ke tahun.
Bank Mandiri Persero – BMRI
Bank Mandiri ini didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai program Restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.
Saham Bank Mandiri atau BMRI memiliki kinerja yang relatif stabil, tercatat pada tahun lalu yaitu di tahun 2019 pertumbuhan saham mencapai 9,9 % dibandingkan tahun sebelumnya. Sehingga BMRI memiliki laba bersih sebesar Rp 27,5 triliun.
Dikatakan stabil karena BMRI mampu menyeimbangkan pertumbuhan laba bersih dengan kredit.
Bank Mandiri atau BMRI memiliki performa jangka panjang yang diprediksi akan tetap stabil meskipun sempat mengalami penurunan bernilai 6,57 %. Namun kembali naik pada 12,68 poin atau senilai 0,24 % ke level 5.149.49.
PT Perusahaan Gas Negara – PGAS
Selain Telkom Indonesia perusahaan BUMN yang tergolong ke dalam saham blue chip adalah PT Perusahaan Gas Negara atau PGAS.
Dimana Perusahaan ini bergerak di bidang distribusi gas bumi yang berperan dalam pemenuhan gas bumi domestik dan transportasi.
Secara keseluruhan performa PGAS termasuk saham blue chip yang memiliki fundamental baik dan prima sehingga saham ini layak untuk dijadikan pilihan berinvestasi.
Pemerintah Indonesia memiliki 56,96 % dari total saham PGAS yaitu setara dengan Rp 13,8 miliar per lembar saham melalui PT Pertamina.
Ketika saham PGAS turun menuju angka Rp 605 per lembar saham, ini dijadikan peluang bagi para investor saham terutama blue chip yang ingin berinvestasi.
Karena dalam jangka waktu panjang saham PGAS akan pulih dan meningkat.
Berdasarkan grafik pendapatan dan laba bersih PGAS, pendapatan PGN menunjukkan tren positif pada tahun 2012 sebesar $ 2,58 miliar dan meningkat hingga tahun 2014.
Sedangkan pada tahun 2016 saham ini sempat mengalami penurunan sebesar $ 2,9 miliar dan kembali meningkat di tahun 2017 dan 2019.
Saham PGAS memiliki pendapatan sebesar $ 3,4 miliar atau setara dengan Rp 54,4 triliun yaitu dengan kurs rata-rata Rp 14.148 atau dolar AS pada tahun 2019.
PT Astra Internasional – ASII
Perusahaan Astra Internasional ASII memiliki 6 bisnis di bidang otomotif, alat berat, teknologi informasi, infrastruktur dan logistik.
Dan didukung oleh anak perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang industri mobil dan perakitan, persewaan dan penjualan alat berat, suku cadang sepeda motor, jasa keuangan, pengembangan perkebunan, serta teknologi informasi dan juga infrastruktur.
Karena banyaknya bisnis yang ditempuh itulah perusahaan ini layak digolongkan menjadi saham blue chip dan merupakan salah satu perusahaan yang lagi-lagi berkuasa di Indonesia.
Harga saham ASII untuk saat ini di transaksi sebesar -2 standar deviasi per emiten dalam 5 tahun terakhir ini.
Dan pada tahun 2019 ASII membuka pembukuan laba bersih sebesar Rp 21,7 triliun dibanding tahun sebelumnya.
Pada saat harga jual sedang murah itulah waktu terbaik untuk membeli saham blue chip di sebuah perusahaan.
PT Bank Negara Indonesia – BBNI
Bank Negara Indonesia atau BNI dengan kode saham BBNI merupakan perusahaan perbankan milik BUMN yang didirikan pada tahun 1946 dan tergolong menjadi salah satu perusahaan saham blue chip.
Perusahaan ini bergerak di bidang asuransi, keuangan, dan sekuritas serta berfokus pada segmen korporasi, konsumen, dan ritel.
Di tahun 2020 saham BNI tercatat di IDX menjadi saham yang paling sering trading oleh investor asing sehingga saham ini layak menjadi salah satu koleksi saham blue chip.
Saham emiten BBNI memimpin daftar saham ter aktif dengan total pembelian saham mencapai Rp 8,25 juta lembar saham.
Hal ini berdasarkan informasi data dari IDX atau BEI. Menurut pembaruan pada tanggal 11 Juni 2020 BEI tertimpa tekanan yang berdampak kuat pada beberapa saham blue chip, sehingga saham banyak mengalami koreksi harga yang signifikan dari harga normal.
Dan pada tanggal 11 Juli 2020 harga saham BBNI mencapai Rp 4.520 per lembar.
Karena dampak itu sebenarnya menjadi kesempatan baik untuk berinvestasi, karena harga saham menjadi turun.
Meskipun begitu, berdasarkan prediksi dengan memahami performa jangka panjang perusahaan, saham BBNI akan mengalami pemulihan.
Setelah mengenal daftar saham blue chip 2024 di Indonesian Stock Exchange (IDX), lebih baiknya kita mengenal apa itu blue chip dengan lebih jelasnya.
Awal Mula Saham Blue Chip
Saham lapis satu atau yang lebih dikenal dengan nama saham blue chip adalah salah satu jenis saham dengan kapitalis terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian Stock Exchange (IDX).
Istilah blue chip itu sendiri berasal dari sebuah permainan berjenis poker, dimana kepingan koin berwarna biru merupakan chip yang memiliki nilai tertinggi yaitu $25 dibandingkan dengan warna merah bernilai $5 dan warna putih bernilai $1.
Diperkenalkan oleh seorang karyawan perusahaan dari Dow Jones Industrial Average yang bernama Oliver J. Gingold yang saat itu melihat tren saham-saham seharga $200 hingga $250 mampu menarik minat para investor.
Sejak saat itulah istilah blue chip ini lebih terkenal luas dan sering dipakai di dunia saham, yaitu untuk saham-saham unggulan di dunia pasar modal termasuk Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian Stock Exchange (IDX).
Definisi Saham Blue Chip
Menurut New York Stock Exchange, blue chip didefinisikan sebagai saham perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dari sisi kualitas serta kemampuan untuk beroperasi dan menguntungkan saat situasi ekonomi dalam keadaan baik maupun buruk.
Blue chip dapat dikatakan sebagai salah satu jenis saham yang paling aman untuk dijadikan investasi dibanding dengan jenis saham lainnya, karena saham ini memiliki nilai fundamental yang sangat kuat baik dari segi manajemen maupun finansial.
Perusahaan dengan penyedia saham blue chip akan membagikan dividen dengan nilai yang cukup memuaskan secara teratur.
Blue chip dikenal juga dengan istilah Big Caps atau dengan kata lain disebut dengan saham unggulan, terbukti dari penempatan nya di pasar modal dan Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian Stock Exchange (IDX).
Dimana saham ini merupakan jenis saham yang paling dicari, karena saham blue chip berasal dari perusahaan-perusahaan besar yang mampu menggerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Karakteristik dan Ciri-ciri Saham Blue Chip
Dari berbagai definisi dan penjelasan saham blue chip sebelumnya, harus kita ketahui bahwa blue memiliki ciri khas atau karakteristik sebagai berikut :
Kapitalisasi Pasar Tinggi
Kapitalisasi merupakan sebuah upaya dari pemilik perusahaan untuk memasukkan investasi dan menyertakan modal bagi perusahaan, dimana sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu sendiri.
Dengan kata lain kapitalisasi merupakan investasi bersifat permanen di perusahaan namun tidak termasuk pinjaman jangka panjang.
Kapitalisasi biasanya terdiri dari modal saham, obligasi, pinjaman, serta cadangan gratis.
Kondisi kapitalisasi dalam keuangan perusahaan sebaiknya harus selalu berada dalam kondisi normal.
Sehingga segala kebijakan pernyataan modal harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Kapitalisasi harga pasar sebuah perusahaan yaitu apabila ada seseorang yang ingin membelinya secara utuh, maka dapat dihitung dengan cara mengalikan harga saham dengan jumlah lembar saham yang beredar di pasaran.
Salah satu karakteristik yang sangat khas dari saham blue chip ini adalah kapitalisasi pasar yang tinggi atau dengan kata lain memiliki nilai kapitalisasi yang besar yaitu mencapai Rp 40 triliun ke atas.
Nilai kapitalisasi perusahaan memang harus mampu mencapai nilai triliunan rupiah, sehingga hal ini akan membuat investor lebih sulit dalam memanipulasi harga.
Berdasarkan penggolongannya itu sendiri, kapitalisasi sudah dikatakan besar ketika nilai kapitalisasi nya mencapai Rp 10 triliun.
Ketika nilai kapitalisasi mencapai Rp 500 miliar hingga Rp 10 triliun maka akan dikategorikan sebagai saham lapis dua.
Sedangkan untuk harga kapitalisasi Rp 500 miliar ke bawah akan dikategorikan sebagai saham lapis tiga.
Likuiditas Kepemilikan Cukup Banyak
Selain kapitalisasi yang cukup besar, saham blue chip juga harus dilihat dari presentase saham yang dimiliki publik.
Atau bagaimana peredaran sebuah kepemilikan sahamnya di bursa. Hal ini akan mempengaruhi mudah atau sulitnya dalam memanipulasi harga saham.
Jika kepemilikan terlalu sedikit, maka harga saham akan mudah untuk dimanipulasi.
Saham pun menjadi tidak likuid di bursa, apalagi jika saham tersebut untuk perdagangan (trading) akan sulit masuk dan keluar karena trading cenderung berjangka pendek.
Begitupun sebaliknya, jika kepemilikan beredar luas atau cukup banyak maka harga saham akan sulit untuk dimanipulasi.
Maka dari itu banyak sekali investor baik itu perorangan ataupun lembaga organisasi yang memiliki dan memilih untuk memperdagangkan saham blue chip.
Karena saham yang termasuk dalam kategori blue chip selalu memasuki daftar tertinggi dan ter aktif di bursa serta masuk ke dalam indeks LQ45.
Perlu kita ketahui bahwa LQ45 ini adalah indeks yang berisikan saham-saham likuid yaitu saham-saham yang ramai diperdagangkan.
Sebenarnya dari pengertian ini banyak yang salah mengartikan, bahwa saham LQ45 itu sama dengan saham blue chip. Padahal pada dasarnya kedua saham ini adalah saham yang berbeda.
Pada bulan Februari 1997, indeks saham LQ45 terdiri dari 45 emiten (pihak yang melakukan penawaran umum) yang ukuran utamanya adalah likuiditas dan saham-saham ini diseleksi dengan kriteria tertentu.
Salah satu kriteria dari saham LQ45 itu adalah tercatat nya minimal selama tiga bulan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kriteria lainnya antara lain nilai transaksi di pasar reguler, dan volume transaksi nya.
Menurut Co-Founder Sahamology Satrio Utomo, biasanya sekitar 30 dari 60 saham dengan nilai transaksi terbesar di pasar reguler secara otomatis akan masuk dalam indeks LQ45.
Saham-saham LQ45 berada pada peringkat teratas berdasarkan rata-rata kapitalisasi pasar selama kurang lebih 12 bulan terakhir.
Indeks LQ45 memiliki tujuan sebagai pelengkap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), khususnya untuk menyediakan sarana objektif dan terpercaya bagi pemerhati pasar modal dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan.
BEI atau IDX secara rutin akan terus memantau perkembangan kinerja dari emiten-emiten yang masuk dalam hitungan kriteria LQ45.
Dimana apabila saham yang sudah tidak termasuk kriteria dari indeks LQ45, akan diganti dengan saham lain yang memenuhinya.
Untuk lebih jelas, perbedaan yang ada pada LQ45 dan saham blue chip yaitu :
- Saham blue chip biasanya memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan ramai diperdagangkan, sehingga memenuhi kriteria sebagai saham LQ45.
- Saham blue chip yaitu saham yang menjadi market leader di sektor nya.
- Sedangkan ada juga saham lain yang bukan market leader yang masuk kriteria saham LQ45, dikarenakan pada saat itu mungkin saja saham tersebut memang sedang ramai transaksi nya.
- Jadi tidak semua saham blue chip bisa masuk ke dalam indeks saham LQ45.
- Atau saham jenis apapun yang memiliki likuiditas tertinggi di IDX dan memenuhi kriteria sebagai saham LQ45 akan masuk ke dalam kategori indeks saham LQ45.
Dividen Secara Rutin
Dividen merupakan laba yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan tertentu dan diberikan kepada pemegang saham di perusahaan tersebut secara konsisten.
Biasanya terjadi setiap tahun perusahaan tersebut akan memberikan laba sebagai bentuk apresiasi atas dukungan para pemegang saham kepada perusahaan tersebut.
Perusahaan yang dikategorikan sebagai saham blue chip biasanya secara rutin akan memberikan dividen kepada pemegang saham.
Berdasarkan prediksi kinerja positif di tahun 2018, potensi pembagian dividen dari beberapa emiten bisa menjadi incaran investor untuk mencari keuntungan.
Untuk memilih perusahaan yang menyediakan pembagian dividen secara besar sebenarnya tak perlu strategi banyak, para investor cukup masuk ke rekomendasi saham hari ini saat nilai dividen dan cum dividen diumumkan berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesian Stock Exchange (IDX).
Kinerja Perusahaan Solid
Karakteristik terakhir yang dimiliki saham blue chip yaitu kinerja perusahaan yang solid.
Maksudnya laba yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan harus memiliki laba secara konsisten, apa setiap tahun perusahaan tersebut memperoleh laba ataukah laba selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan juga apa laba sudah signifikan dengan modal perusahaan.
Hal ini biasanya menjadi patokan kinerja yang baik dan tumbuh selama 5 tahun.
Stabilitas kinerja harus juga diperhatikan, dimana seperti yang dikatakan tadi bahwa setiap tahunnya perusahaan tersebut harus menghasilkan laba.
Sehingga jika perusahaan sempat rugi pada tahun tertentu, maka di tahun berikutnya perusahaan tersebut harus kembali memperoleh laba dan membalikkan kerugian tahun sebelumnya.
Hal ini memastikan bahwa perusahaan tersebut setiap tahunnya selalu mampu membagikan dividen kepada para pemegang saham di perusahaan yang bersangkutan.
Selain itu perusahaan juga harus memiliki produk berkualitas serta dicintai oleh masyarakat atau bisa menjadi konsumsi publik.
Maka dari itu track record sebuah perusahaan harus tumbuh setiap tahunnya, namun biasanya perusahaan dengan blue chip termasuk kategori yang tidak mudah goyah atau bangkrut meskipun keadaan ekonomi sedang dalam masa krisis sekalipun.
Saham blue chip cenderung bergerak steady (tidak liar), karena biasanya saham yang tergolong blue chip adalah perusahaan kuat dan mapan bukan lagi perusahaan yang baru bertumbuh atau sedang mengalami perkembangan. Jadi kita tidak perlu takut untuk berinvestasi di saham ini.
Pada saat pergerakan market tidak menentu, saham blue chip cenderung stabil tetapi bukan berarti tidak akan mengalami penurunan hanya saja saham blue chip biasanya akan lebih cepat pulih.
Kendala dari saham blue chip ini yaitu memang memerlukan modal yang lebih tinggi.
Tapi untuk mencari saham blue chip murah bisa saja ditentukan oleh kita sendiri dengan menyesuaikan dengan berapa modal yang kita miliki.